Thursday, January 27, 2011

KYAI KHALIL BANGKALAN PENGHASIL MURID2 HANDAL

Guru Ulama dari Madura Contents from: Republika Tak pernah malu belajar, kendati gurunya sangat jauh lebih muda darinya. Dari Syekh Ahmad al-Fathani yang seusia anaknya, iabelajar ilmu nahwu dan mengembangkannya di Tanah Air. Nama lengkapnya adalah Kiai Haji Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiai Hamim bin Kiai Abdul Karim bin Kiai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiai Abdullah bin Sayid Sulaiman. Nama terakhir dalam silsilahnya, Sayid Sulaiman, adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, satu dari sembilan Wali Songo. Kiai Muhammad Khalil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrah atau 27 Januari 1820 di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Dia berasal dari keluarga ulama. Pendidikan dasar agama diperolehnya langsung daripada keluarga. Menjelang usia dewasa, ia dikirim ke berbagai pondok pesantren untuk menimba ilmu agama. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiai Muhammad Khalil belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan, ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan, dan Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di pondok-pesantren ini, iabelajar pula kepada Kiai Nur Hasanyang menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Saat menjadi santri, Muhammad Khalil telah menghafal beberapa matan dan yang ia kuasai dengan baik adalah matan Alfiyah Ibnu Malik yang terdiri dari 1.000 bait mengenai ilmu nahwu. Selain itu, iaadalah seorang hafidz (hafal Alquran) dengan tujuh cara menbacanya (kiraah). Pada 1276 Hijrah 1859, Kiai Muhammad Khalil melanjutkan pelajarannya ke Makkah. Di sana, ia bersahabat dengan Syekh Nawawi Al-Bantani. Ulama-ulama Melayu di Makkah yang seangkatan dengannya adalah Syekh Nawawi al-Bantani (lahir 1230 Hijrah/1814 Masehi), Syekh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani (lahir 1233 Hijrah/1817 Masehi), Syekh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani (lahir 1234 Hijrah/1818 Masehi), dan Kiai Umarbin Muhammad Saleh Semarang. Ia adalah orang yang tak pernah lelah belajar. Kendati sang guru lebih muda, namun jika secara keilmuan dianggap mumpuni, makaia akan hormat dan tekun mempelajari ilmu yang diberikan sang guru. Di antara gurunya di Makkah adalah Syekh Ahmad al-Fathani. Usianya hampir seumuranaknya. Namun karena tawaduknya, Kiai Muhammad Khalilmenjadi santri ulama asal Patani ini. Kiai Muhammad Khalil Al-Maduri termasuk generasi pertama mengajar karya Syeikh Ahmad al-Fathani berjudul Tashilu Nailil Amani , yaitu kitab tentang nahwudalam bahasa Arab, di pondok pesantrennya di Bangkalan. KaryaSyekh Ahmad al-Fathani yang tersebut kemudian berpengaruh dalam pengajian ilmu nahwu di Madura dan Jawa sejak itu, bahkan hingga sekarang masih banyak pondok pesantren tradisional di Jawa dan Madura yang mengajarkan kitab itu. Kiai Muhammad Khalil juga belajar ilmu tarikat kepada beberapa orang ulama tarikat yang terkenal di Mekah pada zaman itu, di antaranya Syekh Ahmad Khatib Sambas. Tarikat Naqsyabandiyah diterimanya dari Sayid Muhammad Shalih az-Zawawi. Sewaktu berada di Makkah, ia mencari nafkah dengan menyalin risalah-risalah yang diperlukan para pelajar di sana. Itu pula yangmengilhaminya menyususn kaidah-kaidah penulisan huruf Pegion bersama dua ulama lain, yaitu Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Saleh as-Samarani. Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa, Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisanMelayu/Jawi yang digunakan untuk penulisan bahasa Melayu. Sepulang dari Makkah, ia tersohorsebagai ahli nahwu, fikih, dan tarikat di tanah Jawa. Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiai Muhammad Khalilselanjutnya mendirikan pondok pesantren di Desa Cengkebuan, sekitar 1 kilometer arah barat laut dari desa kelahirannya. Pondok-pesantren tersebut kemudian diserahkan pimpinannya kepada anak saudaranya, sekaligus adalah menantunya, yaitu Kiai Muntaha. Kiyai Muntaha ini berkahwin dengan anak Kiyai Muhammad Khalil bernamIa sendiri mengasuh pondok pesantren lain di Bangkalan. Kiai Muhammad Khalil juga pejuangdi zamannya. memang, saat pulangke Tanah Air ia sudah uzur. Yang dilakukannya adalah dengan pengkader para pemuda pejuang di pesantrennya untuk berjuang membela negara. Di antara para muridnya itu adalah KH Hasyim Asy'ari (pendiri Pondok-pesantrenTebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul Ulama), KH Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren Tambakberas, Jombang); KH Bisri Syansuri (pendiri Pondok Pesantren Denanyar), KH Ma'shum (pendiri Pondok Pesantren Lasem, Rembang), KH Bisri Mustofa (pendiri Pondok-pesantren Rembang), dan KH As'ad Syamsul `Arifin (pengasuh Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo). Kiai Muhammad Khalil al-Maduri wafat dalam usia yang lanjut, 106tahun, pada 29 Ramadan 1341 Hijrah, bertepatan dengan tanggal 14 Mei 1923 Masehi

BUKAN KESESATAN BENAR MENUSUK KALBU

Bukan Kesesatan Benar Menusuk Kalbu,
comments Oleh : MH Ainun Najib (Cak Nun) Contents from : Padhangmbulan.com
Jangankan menjadi Nabi: jadi manusia saja, siapa yang benar-benar lulus? Alangkah mengagumkan sahabat-sahabat yang gagah menyertakan kata Ulama, Kiai, Ustadz, Syekh, Maulana, di depan namanya. Yang tanpa hati ragu memakai surban di kepalanya, mengenakan jubah semampir pundaknya, terlebih lagirangkaian butir tasbih di jari-jemarinya. Apakah beliau sangat meyakini diri, ataukah setiap kali perlu meyakin-yakinkandiri. Adapun ilmuwan, cendekiawan, seniman, budayawan, Begawan, Undagi, Ulil Abshar, Ulil Albab, Ulin Nuha, terlebih lagi wadag-wadag seperti Profesor, Doktor, Profesional, Pejabat, Presiden: di satu sisi itu adalah perjalanan kebenaran dan kemuliaan, di sisi lain itu adalah "mata'ul ghurur", perhiasan dunia, serta "la'ibun wa lahwun", permainan dan senda gurau. Pakai common sense saja: adakah kaki telah melangkah sebagaimanayang dimaksudkan dulu oleh Peciptanya. Adakah tangan telah mengerjakan mendekati gagasan Pembikinnya. Adakah mata telah melihat, telinga telah mendengar, akal telah mengolah ilmu dan wacana, mulut telah memakan segala sesuatu yang dulu merupakan visi missi Pihak yang merancangnya..

Monday, January 17, 2011

*SUNGGUH TINGGI DRAJAT INSAN YG BRBAKTI PD K2 ORANG TUAnya*

Taat kepada orang tua, sekalipun orang tua kita bodoh, beda agama sekalipun. selama memberitahukan yang baik, ya ikuti saja. Jangan mentang-mentang beda agama kita bertindak sembarangan. Walaupun beda agama orang tua yang melahirkankita tetap harus kita hormati. Lebih-lebih seagama. Termasuk mertua sekalipun. Lihat seperti kisah Uwaisy Al Qarny, kenapa beliau di angkat menjadi wali. Karena taatnya beliau pada orang tua samapai beliau itu hidup pada jaman Nabi tapi beliau tidak pernah bertemu dengan Nabi Saw, karena kesibukannya mengurus ibunya yang sakit, dan siangnya beliau menggembala kambing. Bahkan beliau pernah menggendong ibunya dari Yaman sampai baitillahAl Haram untuk melakukan ibadah haji. Ditempat yang lain Rasulullah Saw, mewasiatkan kepada Sahabat Abu  Bakar untuk menyampaikan salam dan memberikan gamis dan mengamanatkan Sahabat Abu Bakar untuk memintakan doa dari Uwais. Bayangkan Rasulullah Saw sangat tawadhu’nya meminta doa dari Uwais, seorang makhluk paling utama, dan para penghulu dari para Nabi. Meminta doa yang hakikatnya untuk umat, karena beliau sendiri sudah lebih-lebih. Ini pelajaran untuk kita agar rendah hati. Pada masa Sahabat Abu Bakar belum bisa ditemukan, dan amanatRasulullah Saw itu baru  bisa disampaikan pada masa Sahabat Umar menjadi Khalifah, beliau sendiri dan Sayidina Ali yang menyampaikan salam dan titipan Rasulullah Saw itu. Karena dalamnya ma’rifatnya Uwais Al Qarni beliau mengenal siapa saja yang datang menghapirinya; katanya: Asalam Alaik Umar bin Khatab amirul mukminin, asalam alaika  Amirul Mukminin Arabi’ Ali bin Abi Thalib. Itu Karena dalamnyama’rifatnya beliau padahal belumpernah saling bertemu. Karena taatnya pada orang tua Uwais kenal dengan Allah. Karena taatnya pada orang tua Uwais diangkat menjadi wali, bahkan sayid at tabiin. Karena taat dan hormatnya Uwais sampai mendapatkan gamisnya (pakaian) dari Rasulullah Saw Padahal tidak pernah bertemu Beliau SAW Yang kedua adalah taat Uwais kepada gurunya yang mengenalkan dirinya kepada Allah Ta'alaa.  Guru yang  menuntuk menjauhkan dari kesyirikan. Mana yang menjadi sifat Allah dan manayang bukan, dan guru yang mengenalkan pada mana yang halal dan mana yang haram. Dan beliau khidmah pada gurunya sehingga menjadi wali. Kita membaca dan mengaji tentang wali dalam kitab ini  bukan untuk menjadi wali tapi untuk meniru mereka, dalam tingkah laku. Mudah-mudahan kita mendapatkan keberkahan doa belia-beliau, dan juga keturunan-keturunan kita semua. Inysa Allah doa yang kita mohonkan dkabulkan Allah swt. Wallah A’lam.